Air merupakan salah satu hal pokok ummat manusia di seluruh
dunia dalam kehidupan sehari-hari tak terkecuali ummat islam dalam hal
beribadah yang membutuhkan air untuk bersuci dari hadas maupun najis secara sah
meskipun bisa diganti dengan tayamum.
Air dalam fiqih islam menurut madzhab Syafi’i dibagi
menjadi empat kategori yakni air suci
mensucikan, air musyammas, air suci yang tidak mensucikan, serta air
mutanajjis.
Berapakah Takaran air
yang dapat dianggap sah untuk bersuci ?
Sesuai Fiqih islam air yang sah untuk bersuci jika takaran
atau volumenya mencapai 2 qullah.
Didalam kitab Fathul qorib di jelaskan :
(وَالْقُلَّتَانِ
خَمْسُمِائَةِ
رِطْلٍ
بَغْدَادِيٍّ
تَقْرِيْبًا
فِيْ
الْأَصَحِّ)
فِيْهِمَا
Ukuran dua Qullah adalah kurang lebih lima ratus Rithl negara
Baghdad, menurut pendapat al Ashah.
وَالرِّطْلُ الْبَغْدَادِيُّ
عِنْدَ
النَّوَوِيُّ
مِائَةٌ
وَثَمَانِيَّةٌ
وَعِشْرُوْنَ
دِرْهَمًا
وَأَرْبَعَةُ
أَسْبَاعِ
دِرْهَمٍ
Menurut Imam An Nawawi, Satu Ritlh Negara Baghdad adalah
seratus dua puluh delapan dirham lebih empat sepertujuh dirham.
Menurut Para ulama madzhab Syafi’i menyatakan bahwa air yang
dianggap mencapai dua qullah apabila volumenya mencapai kurang lebih 192,857 kg.
Bila melihat wadahnya volume air dua qullah adalah bila air memenuhi wadah dengan
ukuran lebar, panjang dan dalam masing-masing satu dzira’ atau kurang lebih 60
cm (lihat Dr. Musthofa Al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam,
2013), jil. 1, hal. 34).
Macam-macam Air
1.Air Suci dan
Menyucikan ( Air Mutlak )
Air suci dan menyucikan artinya dzat air tersebut suci dan
bisa digunakan untuk bersuci. Didalam kitab fatqul qorib dijelaskan bahwa air
yang termasuk dalam kategori air mutlak ada 7 yaitu :
- Air yang turun dari langit (air hujan)
- Air Laut (air asin)
- Air Sungai (air tawar)
- Air sumur
- Air sumber (air mata air)
- Air salju (air es)
- Air embun
Air suci dan mensucikan artinya dzat air tersebut suci dan
bisa digunakan untuk melakukan bersuci. Menurut Ibnu Qasim Al-Ghazi ada 7
(tujuh) jenis air yang termasuk dalam
golongan ini. Beliau mengatakan:
المياه التي يجوز
التطهير
بها
سبع
مياه:
ماء
السماء,
وماء
البحر,
وماء
النهر,
وماء
البئر,
وماء
العين,
وماء
الثلج,
وماء
البرد
“Air yang dapat digunakan untuk
bersuci ada tujuh jenis, yaitu air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air
mata air, dan air es atau salju, dan air embun.“
Ketujuh jenis air itu disebut sebagai air mutlak selama
masih pada sifat asli penciptaannya. Bila sifat asli penciptaannya berubah maka
air itu tak lagi disebut air mutlak dan hukum penggunaannya pun juga berubah.
Hanya saja perubahan air bisa tidak menghilangkan kemutlakannya jika perubahan
itu terjadi karena air tersebut diam pada waktu yang cukup lama, karena
tercampur sesuatu yang tidak bisa dihindarkan sepertilumut, lempung, debu, atau karena pengaruh tempatnya
seperti air yang berada di daerah yang mengandung banyak belerang (lihat Dr.
Musthofa Al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam, 2013), jil.
1, hal. 34).
Secara ringkas air mutlak yaitu air yang turun dari langit
atau yang bersumber dari tanah (bumi ) dengan sifat asli penciptaannya.
2.Air Musyammas
Air musyammas yaitu air yang dipanaskan secara langsung di
bawah terik sinar matahari dengan menggunakan wadah yang terbuat dari logam
selain emas dan perak, seperti besi atau tembaga.
Air musyammas hukumnya suci dan menyucikan, namun makruh
jika dipakai untuk bersuci. Secara umum air ini juga makruh digunakan bila pada
anggota badan manusia atau hewan yang bisa terkena kusta seperti kuda, namun air
musyammas tidak apa-apa jika dipakai untuk mencuci pakaian atau lainnya. Meski
demikian air musyammas ini tak lagi makruh jika dipakai untuk bersuci apabila
telah kembali menjadi dingin.
3.Air Suci Namun Tidak Menyucikan
Air suci tidak mensucikan atau thohir ghoiru muthohhir ini
dzatnya suci namun tidak bisa dipakai untuk bersuci, baik untuk bersuci dari
hadast besar dan kecil maupun dari
najis.
Ada 2 jenis air yang suci namun tidak mensucikan, yaitu air
musta’mal dan air mutaghayyar.
Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk bersuci
baik untuk menghilangkan hadast seperti wudlu dan mandi junub maupun untuk menghilangkan
najis bila air tersebut tidak berubah dan tidak bertambah volumenya setelah
terpisah dari air yang terserap oleh barang yang dibasuh.
Air musta’mal ini tidak bisa digunakan untuk bersuci dari
hadast dan najis apabila tidak mencapai takaran dua qullah. Namun apabila takaran air
tersebut mencapai dua qullah maka tidak disebut sebagai air musta’mal dan dapat
digunakan untuk bersuci.
Sebagai contoh, apabila ada sebuah bak air dengan ukuran 2 x
2 meter persegi, dan bak itu terisi penuh dengan air, dan kita melakukan wudlu
dengan langsung memasukkan anggota badan ke dalam air di bak tersebut (bukan
dengan menciduknya), maka air yang masih berada di bak tersebut masih dihukumi
suci dan menyucikan. Namun apabila takaran airnya kurang dari dua qullah (meskipun
ukuran bak airnya cukup besar), maka air tersebut menjadi air musta’mal dan
tidak dapat digunakan untuk bersuci. Namun dzat air tersebut masih di hukumi
suci sehingga masih bisa digunakan untuk keperluan lain seperti mencuci pakaian
.
Dan perlu kita ketahui bahwa air yang menjadi musta’mal
ialah air yang dipakai untuk bersuci yang wajib hukumnya. Misalkan air yang
dipakai untuk berwudlu bukan dalam rangka menghilangkan hadast kecil, tapi
hanya untuk memperbarui wudlu saja (tajdidul wudlu) maka tidak menjadi
musta’mal. Sebab orang yang memperbarui wudlu sesungguhnya tidak wajib berwudlu
ketika hendak shalat karena pada dasarnya ia masih dalam keadaan suci dari hadast.
Sebagai contoh, air yang dipakai untuk basuhan pertama pada
anggota badan saat melakukan wudlu menjadi musta’mal karena basuhan pertama
hukumnya wajib. Sedangkan air yang dipakai untuk basuhan kedua dan ketiga tidak
menjadi musta’mal karena basuhan kedua dan ketiga hukumnya hanya sunnah.
Adapun air mutaghayar yaitu air yang mengalami perubahan salah
satu sifatnya disebabkan tercampur dengan barang suci yang lain dengan
perubahan yang menghilangkan kemutlakan nama air tersebut. Sebagai contoh air
hujan yang masih asli ia disebut air mutlak dengan nama air hujan. Ketika air
hujan dicampur dengan susu sehingga terjadi perubahan pada sifat-sifatnya maka
orang akan mengatakan air itu sebagai air susu. Perubahan nama inilah yang
menjadikan air hujan kehilangan kemutlakannya. Air yang demikian itu tetap suci
dzatnya namun tidak dapat digunakan untuk melakukan bersuci.
Lalu bagaimana dengan air mineral kemasan?
Air mineral kemasan itu masih tetap pada kemutlakannya
karena tidak ada pencampuran barang suci yang menjadikan air mineral kemasan
mengalami perubahan pada sifat-sifatnya. Adapun penamaannya dengan berbagai
macam nama itu hanyalah nama merek dagang yang tidak berpengaruh pada kemutlakan air itu
sendiri.
4.Air Mutanajis
Air mutanajis yakni air yang terkena najis yang takarannya
kurang dari dua qullah atau takarannya mencapai dua qullah atau lebih namun
berubah salah satu sifatnya (warna, bau, atau rasa) karena terkena najis .
Air yang takarannya sedikit jika terkena najis maka secara
otomatis air tersebut menjadi mutanajis meskipun tidak ada sifatnya yang
berubah.
Sedangkan air banyak jika terkena najis tidak menjadi
mutanajis bila ia tetap pada kemutlakannya, tidak ada sifat yang berubah. Namun
jika karena terkena najis ada satu atau lebih sifat air yang berubah maka air
banyak tersebut menjadi air mutanajis.
Air mutanajis ini tidak bisa digunakan untuk bersuci, karena
dzat air itu sendiri tidak suci sehingga tidak bisa dipakai untuk mensucikan.Wallahu
a’lam. Semoga bermanfaat.